Senin, 08 November 2010

Imam Ghozali


Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau.

Nama, Nasab dan Kelahiran Beliau

Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali).

Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji.

Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/326 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193 dan 194).

Kehidupan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu

Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.”

Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”

Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193-194).

Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.

Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/194).

Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Kemudian pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).

Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191).

Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal. Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.

Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya

Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya. Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang membongkar kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat. Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat dipengaruhi filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi.” (Majmu’ Fatawa 6/54).

Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya Ulumuddin pada umumnya baik. Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu.” (Majmu’ Fatawa 6/54).

Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki bantahan terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki.

Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al Ghazali) menulis kitab dalam mencela filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia membongkar kejelekan mereka, akan tetapi dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan prasangka hal itu benar dan sesuai dengan agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu tentang atsar dan beliau bukanlah pakar dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat mengarahkan akal. Beliau senang membedah dan meneliti kitab Ikhwanush Shafa. Kitab ini merupakan penyakit berbahaya dan racun yang mematikan. Kalaulah Abu Hamid bukan seorang yang jenius dan orang yang mukhlis, niscaya dia telah binasa.” (Siyar A’lam Nubala 19/328).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Abu Hamid condong kepada filsafat. Menampakkannya dalam bentuk tasawuf dan dengan ibarat Islami (ungkapan syar’i). Oleh karena itu para ulama muslimin membantahnya. Hingga murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan, “Guru kami Abu Hamid masuk ke perut filsafat, kemudian ingin keluar dan tidak mampu.” (Majmu’ Fatawa 4/164).

Polemik Kejiwaan Imam Ghazali

Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya congkak dan cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik (perang batin) yang membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu kezuhudan. Sehingga menolak jabatan tinggi dan kembali kepada ibadah, ikhlas dan perbaikan jiwa. Pada bulan Dzul Qai’dah tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai penggantinya.

Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan menulis kitab Ihya Ulumuddin, Al Arba’in, Al Qisthas dan kitab Mahakkun Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan pakaian para ahli ibadah. Beliau tinggal di Syam sekitar 10 tahun.

Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid rahimahullah berhaji dan tinggal di Syam sekitar 10 tahun. Beliau menulis dan bermujahadah dan tinggal di menara barat masjid Jami’ Al Umawi. Mendengarkan kitab Shahih Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Ubaidilah Al Hafshi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).

Disampaikan juga oleh Ibnu Khallakan dengan perkataannya, “An Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad tahun 484 H. Beliau tinggalkan jabatannya pada tahun 488 H. Lalu menjadi orang yang zuhud, berhaji dan tinggal menetap di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah. Kemudian kembali ke Thusi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).

Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau dipanggil hadir dan diminta tinggal di Naisabur. Sampai akhirnya beliau datang ke Naisabur dan mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa saat. Setelah beberapa tahun, pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu dan menjaga waktunya untuk beribadah. Beliau mendirikan satu madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi. Beliau habiskan sisa waktunya dengan mengkhatam Al Qur’an, berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah lainnya sampai meninggal dunia.

Masa Akhir Kehidupannya

Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”

Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan saya.” Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/201).

WALLAHU A'LAM

***

Sumber: Majalah As Sunnah
Penyusun: Ust. Kholid Syamhudi, Lc.
Dipublikasikan kembali oleh www.muslim.or.id

Jumat, 27 Agustus 2010

9 wali


Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid

Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.

Maulana Malik Ibrahim (1)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi

Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.

Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.

Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.

Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n

Sunan Ampel (2)
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)

Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.

Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n

Sunan Giri (3)
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).

Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.

Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.

Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.

Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.

Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.n

Sunan Bonang (4)
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah

yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n

Sunan Kalijaga (5)
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam

Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.

Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n

Sunan Gunung Jati (6)
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.

Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.

Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.

Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.n

Sunan Drajat (7)
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M

Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun

Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.

Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.

Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.

Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.n

Sunan Kudus (8)
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang

Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n

Sunan Muria (9)
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus

Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.

Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu। Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

wallahu a'lam


Sabtu, 21 Agustus 2010

Membicarakan wacana pendidikan dan pengajaran di PP. Al-Munawwariyyah, tak bisa mengabaikan sosok KH. Muh. Maftuh Sa’id. Perjuangan dan pengorbanannya dalam merintis pesantren yang berlokasi di desa Sudimoro Bululawang ini cukup alot dan panjang, hingga bisa menjadi seperti saat ini. Semenjak awal berdirinya pesantren pada tahun 1983; dari mengayomi beberapa santri yang mengaji al-Qur’an, tanpa ada lembaga pendidikan, hingga saat ini berhasil mendirikan setidaknya lima lembaga; SD, SMP, SMA, Madrasah Islamiyah, Tarbiyatul Qur’an Al-Munawwariyyah. Sudah ribuan santrinya yang tamat dan menyebar ke seantero tanah air, bahkan tidak sedikit yang meneruskan studi ke Timur Tengah.
Bagi KH. Maftuh, kualitas pendidikan santri merupakan kewajiban yang harus terus diperhatikan dan sebisa mungkin dikembangkan. Beliau sadar betul akan pentingnya pendidikan pada zaman ini; bukan sekedar untuk mendapatkan pengakuan melalui Ijazah, lebih dari itu, sebagai upaya ikut serta mencerdaskan bangsa.
Sehingga, walaupun tidak pernah merasakan tamat sekolah dasar, tapi pengasuh Al-Munawwariyyah ini bertekad sebisa mungkin menyediakan lembaga pendidikan formal bagi para santrinya setinggi mungkin. Walau masih sebatas angan, tapi tetap menjadi tekad sosok tauladan kita ke depan, agar kelak dapat berdiri universitas dari “rahim” Al-Munawwariyyah.

Sosok Pribadi
KH. Muh. Maftuh Sa’id lahir di sebuah daerah pinggir sungai Bengawan Solo, tepatnya di desa Ngaren Bungah, Kab. Gresik. Beliau adalah putra pertama dari pasangan almagfur lahu KH. Sa’id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyah. Dalam perjalanan hidupnya, Kiai Maftuh kecil pernah mengenyam pendidikan: Sekolah Rakyat (SR) di Bungah Gresik, pada tahun 1956. Namun, hanya sampai kelas empat saja. Setelah menyelesaikan hafalan al-Qur’annya dari sang ayah, beliau meneruskan pendidikan agama ke Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, selama 9 tahun. Tepatnya sejak 1964 sampai 1973.
Penderitaan dan kesedihan seakan sudah menjadi “teman” Kiai Maftuh kecil saat mondok di Al-Falah. Dari pengakuannya dalam banyak kesempatan saat mulang santri, Kiai Maftuh kecil tidak jarang menunggu belas kasihan teman-temannya waktu itu, untuk bisa ikut makan bareng; menunggu ada yang menyuruhnya untuk membelikan atau mengerjakan sesuatu. Selain termasuk dari keluarga kurang mampu, waktu itu pengasuh termasuk santri yang paling kecil. Maka tidak heran, jika hampir semua santri mengenalnya. Namun, kelebihannya dari teman-temannya kala itu, adalah hafalan Qur’annya pada usia yang sangat dini.

Usratul Huffadz
Seperti sudah disinggung di atas, KH. Muh. Maftuh Sa'id adalah putra pertama dari tiga belas bersaudara yang saat ini tinggal sebelas orang, pasangan Asy-syekh Al-Hafidz KH. Muh. Sa'id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyyah yang tinggal di Gresik. Tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa keluarga besar ini adalah usratul Huffadz yaitu keluarga para penghafal Al-Qur'an.
Dari kesaksian para santri dan kerabat, bahwa KH. Muh. Sa'id, semasa hidupnya, sangat "galak” dan keras mendidik putra-putri dan para santrinya dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an. Hasilnya, seluruh putra dan putri beliau dan hampir semua santrinya telah hafal Al-Qur’an. Sebuah kenyataan yang sukar dicari padanannya. Ini tidak lain, karena kedisiplinan sang ayah dalam mendidik.
Kedisiplinan KH. Muh. Sa’id Mu’in dalam mengajarkan Al-Qur’an juga diakui oleh para Kiai besar di masanya. Menurut pengakuan Nyai Hj. Mardliyyah, bahwa Alm. KH. Hamid Pasuruan memberikan julukan "asadul Qur'an" (harimaunya Al-Qur'an) kepada KH. Muh. Sa’id Mu’in. Kiranya sifat inilah yang "mengalir" kepada putra sulung beliau KH. Muh. Maftuh Sa'id; telah menyelesaikan hafalan Qur'annya pada usia 9 tahun. Serta "kegarangan" dalam mengajarkan cara membaca dan menghafal Al-Qur'an.
Karena “keberhasilan” asy-Syekh al-Hafidz Sa’id dalam menerapkan sistem tahfidzil Qur’an, tidak sedikit para pengasuh pondok-pondok besar se-Indonesia yang datang kepada beliau; memohon restu dan ijin membuka lembaga Tahfidul Qur’an di pondok mereka masing-masing. Kenyataan ini juga diakui oleh pengasuh PP. Al-Amin, KH. Moh. Idris Djauhari; datang bertandang ke kediaman KH. Muh. Sa’id Muin, memohon restu saat akan membuka program ‘Ma’had Tahfidz’ di Al-Amien, Prenduan Sumenep Madura.
Setelah menikah dengan Nyai Hj. Marfuatun, putri KH. Mahfudz rahimahuAllahu, dari Kepanjen Malang, Kiai Maftuh muda tinggal untuk sementara waktu di Kepanjen, sebelum selanjutnya hijrah ke desa Sudimoro Bululawang Malang.

Hijrah ke Desa Sudimoro
Banyak sebab yang menjadi perantara hijrahnya Kiai Maftuh muda ke Bululawang Malang, tepatnya di desa Sudimoro. Namun yang pasti, ini adalah taqdir Allah SWT. yang mengirim dan menempatkan beliau untuk membina masyarakat desa Sudimoro dan sekitarnya.
Kira-kira pada pertengahan tahun 1980-an, KH. Muh. Maftuh Sa'id muda bersama seorang istri dan ketiga anaknya; Nurul Hafshah, Muh. Agus Fahim dan Hanifah Sa’diyyah, hijrah ke desa Sudimoro, dan menempati sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana. Di rumah inilah untuk pertama kali KH. Maftuh Sa'id mengikuti jejak ayahandanya, mendidik putra-putrinya menghafal Al-Qur'an.
Akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu, banyak masyarakat yang ingin menitipkan anak-anak mereka untuk dididik membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena, pada waktu itu, jangankan untuk menghafal, bisa membaca Al-Qur'an dengan baik saja, pada usia dini, sudah menjadi nilai tambah di tengah masyarakat.
Ketenaran KH. Muh Maftuh Sa'id sebagai pendidik membaca dan menghafal Al-Qur'an-pun kian tersebar bukan hanya di daerah Malang saja, tapi hampir seluruh pelosok Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan terus bertambahnya para santri dari seluruh penjuru nusantara.


Sekilas Tentang Pesantren
Pondok pesantren Al-Munawwariyah didirikan oleh KH. Muh. Maftuh Sa'id pada tanggal 28 Juli 1983 M, bertepatan dengan tanggal 7 Syawal 1402 H. Dari pengakuan jujur beliau saat awal merintis, sebenarnya tidak ada niatan untuk mendirikan pondok pesantren yang sebesar dan semegah seperti saat ini. Bahkan dalam banyak kesempatan, dengan merendahkan diri, Kiai Maftuh sering menyatakan bahwa kesuksesan pembangunan fisik pondok cuma berpedoman pada ‘kurdi’, kepanjangan dari sukur dadi (yang penting jadi).
Pedoman tersebut mungkin berlaku bagi hampir semua pembangunan fisik pondok. Saat dirasa sudah tidak memadai lagi untuk para santri dan santriwati, maka segeralah dibangun gedung baru yang jika ditanya dari mana dananya, dengan yakin dan mantap beliau menjawab: "dari Allah SWT."
Sampai saat ini, bangunan fisik yang telah berdiri di atas tanah pondok seluas 1,5 Ha, dari luas tanah keseluruhan 3,5 Ha। Dengan seizin Allah, pengasuh sudah mulai berencana akan melebarkan “sayap” bangunan fisik pesantren ke sisi sebelah utara pondok yang ada saat ini. Harapan ke depan, lokasi pondok untuk santri akan benar-benar terpisah dari lokasi pondok santriwati.

sumber http://elmunan.blogspot.com/2008/05/kh-maftuh-said.html

Kyai Hamid Pasuruan Jatim






Mbah Hamid lahir dikota lasem pada tahun 1914 M. dengan nama kecilnya Abdul Mu’thi, beliau adalah anak keempat dari dua belas bersaudara pasangan kiai Abdullah bin Umar dan ibu nyai Royhanah binti Shodiq. Selain termasuk dzurriyyatur Rasul (ke 35-Basyaiban), didalam dirinya juga mengalir darah biru yaitu, keturunan Sayyid Abdur Rahman/Mangkunegoro III (dalam versi lain keturunan Jaka Tingkir).

Masa kecilnya tak jauh berbeda dengan lazimnya anak-anak sebayanya kecuali kebiasaannya membaca Alqur’an disaat bermain-pun. Semenjak kecil beliau belajar ilmu agama langsung dari ayahandanya sendiri. Kemudian ketika usianya 12 tahun, beliau memulai pengembaraannya dari pesantren kepesantren lainnya, diantaranya yaitu, pondok pesantren Kasingan Rembang dalam bimbingan Kiyai Kholil bin Harun (mertua Kiyai Bisri Musthofa). Setelah kurang lebih dua tahun di Kasingan, mbah Hamid pindah ke pesantren Termas Pacitan dalam bimbingan Kiyai Dimyathi. Di pesantren Termas ini, mbah Hamid mulai mangalami dan tampak perubahannya, jika sebelumnya terkenal suka bermain bola, kini mulai dekat dengan dunia tasawwuf dan mulai suka berkholwat. Pernah, disaat beliau sedang kholwat ada salah satu santri yang memergokinya, buru-buru beliau mengeluarkan ketapel agar dikira sedang berburu burung. Selama dua belas tahun mbah Hamid di Termas, semakin hari semakin kelihatan tanda-tanda kewaliannya.

Setelah boyong (kembali) dari Termas, tepatnya pada tanggal 12 September 1940, mbah Hamid menikah dengan sepupunya, yaitu Nafisah, puteri ketiga Kiyai Ahmad Qusyairi Pasuruan, lalu mbah Hamid menetap di Pasuruan, di pesantren mertuanya, pondok pesantren Salafiyyah Pasuruan. Mbah Hamid adalah sosok ulama’ teladan, sosok seorang muslim yang ideal, sangat tegas bersyari’at. Sabar, lembut, arif, tawadlu’ dan sosok pribadi yang menyejukkan, selalu menghormati sesama, tidak membedakan orang karena status sosial, kekayaan dan sebagainya.

Setelah wafat, pada tanggal 25 Desember 1982 /09 Rabi’ul Awal 1403 dan dimakamkan dibelakang masjid jami’ Alanwar ditengah kota Pasuruan Jawa Timur, sehingga sekarang ini makam mbah Hamid selalu ramai dengan para penziarah, dan orang-orang yang berdo’a dan bertawassul dengan kemulyaan dan kedekatannya kepada Allah swt। Kata mbah Hamid dalam syi’ir gubahannya, “ Nilai seseorang ditentukan oleh amal perbuatannya selama hidup, sedangkan karomah akan tampak setelah wafatnya ”.

"wallahu a'lam

Kamis, 19 Agustus 2010

mengenang jasa Gus Dur


Tulisan ini saya angkat atas kekaguman saya  pada Gus dur sosok ulama, sosok politikus yang sekuler , sosok negarawan . Terkadang saya sendiri kurang setuju terhadap beberapa pola pikir Gur dur yang selalu melawan arus dan cendrung dianggap merugikan umat islam . Tapi itulah Gus dur pola pemikirannya yang  jenius  jauh melesat. Sulit dicerna oleh orang awam seperti saya. Baru beberapa tahun kemudian apa yang dipikirkan Gus dur terbukti kebenarannya. Kejeniusan Gus dur tak lepas dari khazanah bacaan yang terekam dalam otaknya maka tak heran Gus dur mampu menangkap dengan cepat dan cerdas sumber ilmu yang ia pelajari. Kecerdasan inilah yang kemudian oleh warga NU diyakini Gus dur memiliki ilmu LADUNNI (Ilmu yang diperoleh dari Alloh tanpa belajar ) bahkan ada yang meyakini bahwa Gus dur sosok Auliyaillah (wali) hingga saat ini Makam Gus dur di tebuireng masih ramai dikunjungi para peziarah yang datang dari berbagai pelosok di nusantara.

Suatu hari seorang ulama ahli tarekat bernama Syech Nazhim al haqqani berkunjung ke Indonesia dan ditanya oleh jamaah “apakah Gus dur itu wali ? jawab Syech Nazhim al haqqani ‘Lihatlah nanti ketika Gus Dur meninggal, benar saja ketika Gus dur meninggal ribuan orang mengiringi prosesi pemakamannya dan makamnya tak pernah sepi di ziarahi oleh umat yang mencintai Gus dur.

Kelugasan dan kepolosan Gus Dur dalam membuat pernyataan merupakan kekuatan yang dimilikinya , namun tentu saja memiliki implikasi yang negatif bagi orang lain. Aroma mistis spritual selalu melekat dalam diri Gus Dur . Bisikan bisikan yang katanya merupakan “Suara Langit” selalu gus dur kemukakan hal tersebut bagi orang lain dapat diartikan menentramkan atau sebaliknya justru meremehkan dan membuat gerah orang. Gus dur kadang sulit dimbangi dengan langkah langkah taktisnya, sehingga terkesan emosional, meskipun demikian orang berusaha memakluminya  penyampaian gagasan dengan ceplas ceplos  dan humoris merupakan langkah jenius Gus dur melintas batas menembus ketegangan , gus dur sanggup menjalin silahturahim  dengan segala perbedaan perbedaan.

Sebagai politikus dan pejuang Gus Dur selalu dapat membedakan antara urusan politik dan hubungan pribadi. Dia bisa keras, tegas, dan cenderung berkepala batu dalam sikap-sikap politiknya, tetapi selalu menjaga hubungan pribadi melalui silaturahmi yang selalu hangat dan bersahabat. Bukan hanya kawan politiknya yang diakrabi, tetapi lawan-lawan politiknya pun dihormati dengan silaturahmi. Kita tentu masih ingat nama Abu Hasan, pesaing Gus Dur dalam perebutan kursi Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU (1994) di Cipasung.

Sebagai calon ketua umum yang menurut berita diskenariokan oleh kekuatan luar  ( alat politik suharto ) untuk menjinakkan NU, Abu Hasan ngotot untuk menjadi Ketua Umum PBNU. Setelah kalah dalam pemilihan yang demokratis di muktamar Abu Hasan tidak mau terima. Dia pun membentuk PBNU tandingan dengan nama KPPNU. Namun berkat dukungan arus bawah dan para kyai kyia kampung  terhadap Gus Dur, meski memakan waktu agak lama, akhirnya KPPNU itu bubar tanpa komunike karena tak bisa bekerja tanpa dukungan umat. Yang mengharukan, setelah KPPNU runtuh dan PBNU di bawah Gus Dur berjaya, justru Gus Dur-lah yang datang pertama kali  bersilaturahmi ke rumah Abu Hasan tanpa mengungkit kelakuan dan cercaan-cercaan pedas yang pernah dilontarkan Abu Hasan terhadap dirinya.

Dirangkulnya Abu Hasan sebagai sahabatnya. Ketika terjadi konflik PKB Jawa Timur yang melibatkan Kiai Fawaid. Saat itu Kiai Fawaid terpilih sebagai Ketua Dewan Syura PKB Jawa Timur, tetapi tidak ada kecocokan dengan Gus Dur dan Ketua PKB Jawa Timur Choirul Anam dalam susunan kepengurusan. Kiai Fawaid merasa hak-haknya sebagai Ketua Dewan Syura hasil musyawarah wilayah (muswil) dilanggar, apalagi Gus Dur sempat marah dan menyatakan tak akan berhubungan lagi dengan Kiai Fawaid.

Pewaris tokoh NU karismatik Kiai As’ad Syamsul Arifin itu pun keluar dari PKB dan bergabung dengan PPP. Pada saat Kiai Fawaid bersikap keras dan resmi menyatakan bergabung ke PPP, Gus Dur tetap menyambung silaturahminya dengan Kiai Fawaid. Pada suatu tengah malam secara mendadak Gus Dur berkunjung ke rumah Kiai Fawaid di Sukorejo meskipun harus menempuh perjalanan darat yang sangat jauh. Gus Dur menghormati pilihan Kiai Fawaid keluar dari PKB dan silaturahmi terus dipelihara.

Pernah suatu ketika Gus dur menjadi presiden mampir kerumah Hanafi Asnan yang waktu itu menjabat Kepala Staf Angkatan Udara , pada waktu itu acara tanam seribu pohon di wilayah madura bersama mentri kehutanan marzuki usman , acara yang di telah di rencanakan oleh protokol kepresidenan tiba tiba gus dur menyelipkan acara berkunjung silahturahim ke rumah Hanafi asnan bangkalan madura, Meski diberi tahu bahwa KSAU Hanafi Asnan tak ikut dalam rombongan, Gus Dur mengatakan bahwa dirinya akan bersilaturahmi kepada ibunya Pak Hanafi , Padahal Gus Dur tak pernah kenal dengan ibunda Hanafi kecuali bahwa Hanafi adalah bawahannya yang berasal dari Madura, bukan main terharunya  Ksau Hanafi asnan bahwa yang mampir menemui ibandanya adalah seorang presiden.

Itulah sisi lain kehidupan Gus Dur yang jarang diperhatikan orang, yakni suka bersilaturahmi kepada siapa pun. Banyak yang meyakini bahwa kegemaran bersilaturahmi tanpa jarak “antara orang besar dan orang biasa” itulah yang mengakibatkan Gus Dur menjadi milik dan dicintai oleh begitu banyak orang.

Gus Dur tak pernah lelah bersilaturahmi kepada siapa pun, mulai dari kota besar sampai ke desa terpencil, mulai dari sahabat karib sampai ke lawan-lawan politik, mulai dari orang-orang besar sampai orang-orang kecil.

Jadi selain karena modal politik- sosiologisnya sebagai tokoh yang berdarah biru NU, kecerdasan dan kepandaiannya yang luar biasa, kehidupannya yang bersahaja, serta keterbukaan dan kesantunannya terhadap semua golongan, perihal kegemaran untuk selalu bersilaturahmi menjadi penguat bagi munculnya keseganan dan kecintaan masyarakat terhadap Gus Dur.

Prof DR kh Said Aqil Siraj pernah bercerita bahwa suatu hari dirinya bersama Gus dur pergi ke Madinah untuk berziarah , waktu malam tiba Gus dur mengajak dirinya berkeliling masjid untuk mencari seorang “Waliyulloh”, setelah berkeliling akhirnya Kh said menunjuk sesorang yang menggunakan imamah dan keningnya hitam bekas sujud ‘”apakah itu wali Gus ? kata Kh said aqil. ” Bukan ….dia bukan Wali ” kata Gus Dus, setelah berkeliling keliling dimasjid madinah Gus dur menghentikan langkahnya dan menunjuk bahwa orang yang di depannya ini adalah wali, sesorang yang hanya menggunakan sorban biasa dan duduk diatas sajadah, lalu kh said aqil meminta kepada orang yang di tunjuk Gus dur wali itu tersebut untuk mendoakan Gus dur dan dirinya, Lalu orang tersebut mendoakan Gus dur agar sukses dan di ridoi , selesai berdoa orang tersebut pergi sambil menarik sejadahnya dan berkata ” Ya Alloh dosa apa saya , sehingga maqom dan  kedudukan saya di ketahui orang. la yariful wali  illa biwalli . wallohu a’lam


terambil dari:http://sachrony.wordpress.com/

 

Selasa, 10 Agustus 2010





Kiai Kholil lahir pada hari Selasa, 11 Jumadil Akhir 1235 H di Bangkalan Madura. Ayahnya bernama Abdul Latif bin Kiai Harun bin Kiai Muharram bin Kiai Asrol Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman ialah cucu Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu beliau sangat mengharap dan mohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin umat serta mendambakan anaknya mengikuti jejak Sunan Gunung Jati.

Setelah tahun 1850 Kiai Kholil muda berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan Tuban, kemudian untuk menambah ilmu dan pengalaman beliau nyantri di Pesantren Cangaan Bangil, Pasuruan. Dari sini pindah lagi ke Pesantren Keboncandi Pasuruan. Selama di Keboncandi beliau juga berguru kepada Kiai Nur Hasan di Sidogiri, Pasuruan. Selama di Keboncandi, beliau mencukupi kebutuhan hidup dan belajarnya sendiri dengan menjadi buruh batik, agar tidak merepotkan orang tuanya, meskipun ayahnya cukup mampu membiayainya.



Kemandirian Kiai Kholil nampak ketika beliau berkeinginan belajar ke Makkah, beliau tidak menyatakan niatnya kepada orang tuanya apalagi minta biaya, tetapi beliau memutuskan belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi. Selama nyantri di Banyuwangi ini belaiau juga menjadi buruh pemetik kelapa pada gurunya, dengan diberi upah 2,5 sen setiap pohon, upah ini selalu ditabung.

Tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiai Kholil memutuskan untuk berangkat ke Makkah dengan biaya tabungannya, tetapi sebelum berangkat oleh orang tuanya Kiai Kholil dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di Makkah beliau belajar pada syekh dari berbagai madzhab di Masjidil Haram, tetapi beliau lebih banyak mengaji kepada syekh yang bermadzhab Syafi'i.

Sepulang dari Tanah Suci, Kiai Kholil dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot yang hebat, bahkan ia dapat memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafidz (hafal Al-Quran 30 juz). Kiai Kholil kemudian mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.

Setelah puterinya yang bernama Siti Khotimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri Kiai Muntaha, pesantren di Desa Cengkebuan itu diserahkan kepada menantunya. Sedangkan Kiai Kholil sendiri mendirikan pesantren di Desa Kademangan, hampir di pusat kota sekitar 200 m sebelah barat alun-alun Kota Bangkalan. Di pesantren yang baru ini beliau cepat memperoleh santri. Santri yang pertama dari Jawa tercatat nama Hasyim Asy’ari dari Jombang.

Pada tahun 1924 di Surabaya ada sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar yang didirikan oleh seorang kiai muda Abduk Wahab Hasbullah. Dalam perkembangannya, ketika Kiai Wahab Hasbullah beserta Kiai Hasyim Asy’ari bermaksud mendirikan jam’iyah, Kiai Kholil memberikan restu dengan cara memberikan tongkat dan tasbih melalui Kiai As’ad kepada Kiai Hasyim Asy’ari.

Pada tanggal 29 Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiai Kholil.

Sumber: Pendidikan Aswaja & Ke-NU-an untuk SMP/MTs. PW LP Ma’arif Jawa Timur.

Senin, 09 Agustus 2010

Al-Junaid



Abul Aosim Al-Junaidi Al Bagdadi adalah salah satu Ulama Sufi Yang populer dengan sebutan “penghulu ulama’ Akhirat”. Al Junaid lahir di Nawahan dan wafat di Iraq sekitar tahun279 H (90 M). Beliau adalah seorang sufi yang Menguasai beberapa ilmu diantaranya ilmu Hadist dan Fiqih. Ajaran-ajaran Tasyawuf yang dibawa Al-Junaid tidaklah menyimpang dari pokok-pokok syari’at dan Selalu menjaga sufisme agar selalu dalam batas-batas yang wajar. Di zaman dahulu sampai sekarang masih banyak kelompok - kelompok sufi atau aliran-aliran yang kurang memperhatikan tentang Syari’at atau ajaran yang dibawa Nabi Muhammad. Al –Junaid adalah sufi yang menolak ajaran tasyawuf yang bersifat ‘wihdatul Wujud’ (pantheisme). Al-junaid berpendapat tentang orang-orang yang melakukan perbuatan dilur penalaran dan yang meninggalkan syari’at, “Bagiku ibadah (syari’at) adalah yang maha penting ;orang-orang yang berzina dan orang-orang yang mencuri adalah lebih baik dari pada orang-orang yang berbuat ganjil di dalam agama dan meninggalkan Syari’at.Nama Al-Junaid dikenal sebagai tokoh kritik yang besar dalam sufisme, yaitu perumus dalam sufisme ortodoks.
Adapun pokok-pokok ajaran tasyawuf yang dibawa Al-Junaid salah satunya Adalah : bahwa pada dasarnya ilmu tasyawuf itu merupakan bimbimngan jiwa agar menjadi suci dan selalu taat kepada Allah, sehingga manusia memperoleh tuntunanyang dapat menyampaikan kepada mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya (ma’rifat). Tasyawuf merupakan jalan yang sebaik-baiknya dan dengan akhlak yang seindah-indahnya jauh lebih baik dari pada pengetahuan dan hikmah lahiriyah semata. Karena tujuan tasyawuf adalah membawa manusia setingkat demi setingkat lebih dekat dengan Allah, maka seorang sufi harusa berusaha meningkatkan kualitas hidup jiwa dan keimanannya.
Wallahu ‘alam….

Jumat, 06 Agustus 2010

Gus Mik


KH Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH Jazuli Utsman (seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri pon-pes Al Falah mojo Kediri),Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur. Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa). Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar Jawa.Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun akhirat.

ayah gus mik KH.Achmad djazuli Usman

<span class=KH.ACHMAD DJAZULI USMAN">

Gus Miek seorang hafizh (penghapal) Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.

gus miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyelenehnimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran jalan pintas. beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti discotiq ,club malam dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur keluar masuk club malam, bahkan

Pernah di ceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke discotiq dan disana bertemu dengan Pengunjung yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek.” Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ? sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ? lalu Gus Miek Menjawab “aku tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…!hal ini membuat mereka bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa keanehan ,Gus miek angkat bicara “sampeyan semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi membuangnya kelaut..? lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget didalam Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt untuk bertaubat dan meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu Karomah kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.

jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong. Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akherat kelak.

Ketika beliau berda’wak di semarang tepatnya di NIAC di pelabuhan tanjung mas.Niac adalah surga perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan ,Gus Miek yang masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga perjudian menjadi neraka yang sangat menakutkan

Satu contoh lagi ketika Gus miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus miek masuk kedalam club yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu gus miek langsung menuju watries (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus di kejar oleh Gus miek sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak lagi di club malam itu.

Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek) mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang Wanita ? “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada”jawab Gus miek.

Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu dijalan maupun saat bertemu dengan tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menagis “jawab Gus miek

Adanya sistem Da’wak yang dilakukan Gus miek tidak bisa di contoh begitu saja karena resikonya sangat berat bagi mereka yang Alim pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak sanggup melakukan da’wak seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga seorang waliyalloh.

Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan

Wallahu A"lam


Minggu, 01 Agustus 2010

Syeikh Nawawi Al-Bantani

Syeikh Nawawi Al-Bantani, nama lengkapnya ialah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani। Ia dilahirkan di kampung Tanara, Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, Banten, Jawa Barat, pada tahun 1230 H/ 1813 M। Kemudian dia wafat dalam usia 84 tahun, yaitu pada 25 Syawal 1314 H/1897 M। Ditempat kediamannya Shi’ib Ali Mekkah।jenazahnya dimakamkan dipemakaman ma’la Mekkah, berdekatan dengan makan Ibnu Hajar dan Siti Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq। Dia wafat pada saat sedang menyusun sebuah buku yang menguraikan Minhaj ath-Thalibin-nya Imam Yahya bin Syaraf bin Mura bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jam’ah Hujam An-Nawawi। Ayahnya seorang tokoh agama yang sangat disegani। Ia masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati। Istrinya yang pertama bernama Nasimah, juga lahir di Tanara। Darinya, Kiai Nawawi dikaruniai tiga putri, Nafisah, Maryam, dan Rubi’ah। Istrinya yang kedua, Hamdanah, memberinya satu putri: Zuhrah। Konon, Hamdanah yang baru berusia belasan tahun dinikahi sang kiai pada saat usianya kian mendekati seabad।
Dikalangan keluarganya, Syeikh Nawawi Al-Bantani dikenal dengan Abu Abdul Mu’thi. Ayahnya bernama KH. Umar bin Arabi, seorang penghulu dan Ulama Pemimpin Masjid dan Pendidikan Islam di Tanara, Banten, sedang ibunya bernama Zubaidah, penduduk asli Tanara. Syeikh Nawawi merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, yakni: Ahmad Syihab al-Din, Tamim, Sa’id, Abdullah, Tsakilah dan Sariyah.
Silsilah keturunan Syeikh Nawawi dari ayahnya adalah: Nawawi bin Kiai Umar, bin Kiai Arabi bin Kiai Ali bin Kiai Jamad Bin Janta bin Kiai Masbugil bin Kiai Masqun bin Kiai Masnun bin Kiai Maswi bin Kiai Tajul Arusy Tanara bin Maulana Hasanudin Banten bin Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon bin Raja Amatuddin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Maulana Jamaluddin Akbar Husain Bin Imam Syayid Ahmad Syah Jalal bin Abdullah Adzmah Khan bin Amir Abdullah Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasim bin Sayyid Alwi Imam Ubaidillah bin Imam Ahmad Muhajir Ilallahi bin Imam Isa an-Naqib bin Imam Muhammad Naqib bin Imam Ali Aridhi bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain bin Sayyidatuna Fathimah Zahrah binti Muhammad SAW. Kemudian dari silsilah keturunan pihak ibunya adalah bahwa Syeikh Nawawi bin Nyi Zubaidah binti Muhammad Singaraja.

Rabu, 21 Juli 2010

Seikh Abdul Qodir Al - Jaelany





Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Alloh Subhanahu wa Ta’ala oleh manusia siapapun.

Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka. Berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.

Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari’atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh Subhanahu wa Ta’ala melarang makhluknya berdo’a kepada selainNya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Alloh.” (QS: Al Jin:18)

Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.

Pendidikannya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.

Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Para Pendahulu Islam Yang Sholeh. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, “Dia (Alloh) di arah atas, berada di atas ‘ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. “Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, “Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ (Alloh berada di atas ‘ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain, -seperti Alloh dihati atau dimana-mana, ini adalah keyakinan batil-). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Alloh Subhanahu wa Ta’ala di atas ‘Arsy.

Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.

Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.

Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, “Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Pendapat ulama
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, “Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja’far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”

Ibnu Rajab juga berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. “

Imam Adz Dzahabi mengatakan, “intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.” (Syiar XX/451).

Imam Adz Dzahabi juga berkata, “Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi.”

(Sumber Rujukan: Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali)

Rabu, 23 Juni 2010

Sekilas Tentang Syech Abu Hasan

Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili adalah seorang wali quthub yang besar, yang menjadi kembangnya jagat serta tentramnya negeri, ilmu dan wasiatnya termasuk hizib-hizibnya seperti hizib nasor dan lain-lain itu selalu menjadi ketentraman hati bagi para pengikutnya dan para wali, juga menjadi bekalnya para muslimin yang telah merasakan nikmatnya menghambakan diri kepada Alloh dzat yang maha kuasa.
Maka di sini perlu saya sampaikan dengan maksud mudah-mudahan saya dan para pembaca juga para pendengar bisa menjadi orang yang bila mendengar perkara dan keterangan-keterangan baik, bisa meniru, tetapi bila mendengar perkara dan keterangan-keterangan jelek, bisa dengan cepat meninggalkannya. Amin Ya Robbal alamin.
Yang perlu saya sampaikan di sini ialah :
1. Bab kelahiran dan kematiannya Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili
2. Bab nasab dan silsilahnya Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili
3. Bab sifat-sifatnya Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili
4. Bab karomah-karomahnya Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili
5. Bab guru-gurunya Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili
6. Bab qoul-qoulnya (perkataan-perkataannya) Syaikh Abi Chasan Ali Syadzili

(BAB I)
Lahir dan wafatnya Syaikh Abi Chasan r.a
Imam Syadzili itu dilahirkan di kota Syadilah yaitu suatu desa di daerah gimaroh, Afrika bagian barat tahun 593 Hijriah.

Dan ketika beliau berumur 6 tahun pergi ke negara tunis, dan bertepatan saat itu krisis, sehingga banyak di jalan-jalan orang-orang yang kesakitan dan kelaparan. Maka dengan kebaikan dan rasa belas kasihannya beliau berkata : ”umpama saya punya uang, pasti akan ku belikan roti untuk orang-orang yang kelaparan. Maka kemudian Alloh menguji beliau dengan memenuhi uang di kantong beliau dari alam ghoib, dan diperintahkan untuk membelikan roti dengan yang tersebut. Maka kemudian secepatnya beliau membeli roti, kemudian membagikannya pada orang-orang yang kelaparan tersebut, sehingga semuanya kenyang. Dan setelah itu beliau secepatnya pergi ke masjid, sebab saat itu bertepatan hari Jum’at. Dan ketika sampai di masjid lalu sholat sunnah, kemudian duduk i’tikaf. Dan waktu belum lama duduknya, tiba-tiba datang orang laki-laki yang berwibawa tingkah lakunya, mengucapkan salam pada beliau, dan laki-laki tersebut memberi tahu, bahwa namanya Ahmad Hidir dan mengatakan bahwa dirinya datang kesini diperintah untuk menetapkan iman Syadzili menjadi wali Agung, karena imam Syadzili mempunyai akhlak yang Agung dan mulya. Ketika selesai sholat Jum’at imam Syadzili mencari Nabi Hidir tapi tak menemukannya, maka kemudian imam Syadzili pergi kehadapan Syaikh Abi Sa’id Al-baji, ketika sampai dihadapannya, kemudian Syaikh Abi Syaid berkata pada Syaikh Abi Chasan tentang apa yang ada pada perjalanan Syaikh Abi Chasan, tentang membelinya roti dengan uang dari alam ghoib, dan tentang pertemuannya dengan Nabi Hidir, tentang ucapan salamnya dan tentang pemberitahuan namanya dan tentang pemberitahuan Nabi Hidir bahwa kedatangannya diperintahkan untuk menetapkan Syaikh Abi Chasan sebagai wali Agung. Setelah Syaikh Abi Chasan mendengar seperti itu beliau sangat gembira karena merasa sudah sampai apa yang dikehendaki. Maka kemudian beliau tetap tinggal berguru dihadapan Syaikh Abi Sa’id beberapa tahun, sehingga melaksanakan haji beberapa kali bersamanya.

Setelah Syaikh Abi Chasan menjadi alim dan merasa cukup berguru dengan dohirnya ilmu syari’at, kemudian pamit pindah ke negara irak. Syaikh Abi Chasan memulai datang ke rumah Syaikh Abil Fath Al-wasithi. Beliau adalah gurunya negeri barat daerah mesir dan menjadi guru torikot di saat itu. Dan ketika Syaikh Abi Chasan menjelaskan tujuan kedatangannya, Syaikh Abil Fath berkata : ”bahwa wali quthub yang dicarinya tak ada di tanah irak, tapi ada di negara bagian barat yaitu di negrinya Syaikh Abi Chasan sendiri, dan Syaikh Abil Fath juga memberi isyaroh bahwa wali quthub yang dicarinya ada di atas suatu gunung. Maka berangkatlah imam Syadzili menuju gunung yang di isyarohkan tersebut, setelah sampai di bawah gunung, lalu beliau siap-siap untuk mengagungkan wali quthub tersebut, lalu mandi di sumberan air yang ada di bawah gunung. Ketika Syaikh Abi Chasan mau berangkat kehadapan wali quthub, tiba-tiba sebelum Syaikh Abi Chasan mengangkat kakinya, justru wali quthub tersebut menjemput datang ke tempat Syaikh Abi Chasan mandi, dan berkata : ”sesungguhnya Rosululloh saw telah memberi kabar kepadaku bahwa Syaikh Abi Chasan akan datang padaku. Dan Rosululloh saw perintah padaku untuk mendidik Syaikh Abi Chasan. Maka ketika Syaikh Abi Chasan cukup ilmunya dari wali quthub tersebut, maka Syaikh Abi Chasan diperintah untuk kembali ke asal negerinya yaitu Syadzila. Dan dikatakan : ”sesungguhnya dirinya akan disebut-sebut dengan nama Syadzili dan akan menjadi wali quthub di negara Mesir. Kemudian Syaikh Abi Chasan kembali ke desa Syadzili.

Ketika telah berumur 19 tahun, Syaikh Abi Chasan mimpi bertemu dengan Rosululloh saw dan diperintahkan untuk hijroh (pindah) ke Mesir dan dikatakan : bahwa dirinya akan diberi 70 karomah di dalam toriqohnya dan diberi 40 murid dari golongan wali-wali siddiqin, dan ketika Syaikh Abi Chasan datang dinegara Mesir tersebut ketepatan saat wafatnya Syaikh Abi Hajjaj al aqshory sebagai pemegang wali quthub di negara Mesir yaitu malam nisfu sya’ban th. 612 H, dan di saat itu juga Syaikh Abi Chasan dijadikan pemegang wali quthub di negara Mesir sebagai ganti Syaikh Abi Hajjaj al aqshory RA.

Dan Syaikh Abi Chasan itu ketika sampai dinegara Mesir dan menetap disana yaitu tahun 612 H beliau menyebarkan dan mengajarkan ilmu hakikot sehingga banyak sekali orang-orang besar dari para ulama dan auliya yang masuk dalam jamaah beliau dan mengambil berkah dengan bay’at kepada beliau seperti shulton ulama Syaikh Izzudin bin Abdi salam dan Syaikh Islam misrol mahrusah dan golongan ushfur dan Syaikh Tanbihudin dan guru ahli hadits Syaikh Abdul ’Adzim Al mundziri dan Syaikh Ibnu Sholah dan Syaikh Ibnu hajib dan Syaikh Muhyidin Ibnu Shuroqoh dan Syaikh Alimin dan yang lainnya. Sehingga sampai 40 orang dari golongan Shidiqin.
Dan Syaikh Abi Chasan r.a itu adalah dari golongan wali yang agung dari kesabarannya dari beberapa macam cobaan. Sebagian dari cobaan beliau ialah sesungguhnya ahli negara beliau menghukumi beliau kafir zindiq, sehingga mereka mengusir beliau beserta jamaah beliau dari negara magrib. Kemudian mereka menulis surat kepada perwakilan Iskandariyah bahwa sesungguhnya akan datang kepada kalian semua golongan kafir zindiq bangsa magrobiy maka takutlah berkumpul dengan mereka, maka setelah Syaikh Abi Chasan datang didaerah Iskandariyah dan beliau menemui mereka maka mereka mencela beliau kemudian mereka melaporkan beliau kepada raja Iskandariyah. Jadi beliau tak henti-henti dalam kesakitan-kesakitan sampai-sampai ketika beliau pergi ibadah haji dengan para manusia dalam beberapa tahun terputus ibadah haji dengan para manusia dalam beberapa tahun terputus dari banyaknya pembegal-pembegal, maka beliau tetap sabar, kemudian para manusia itu memuji beliau.
Dan Syaikh Abi Chasan r.a ketika telah berusia 63 tahun beliau hendak pergi ibadah haji maka ketika sampai ditanah lapangnyaIdzab, beliau wasiat kepada murid-muridnya supaya menghafalkan do’a hizib bacher dan berwasiat bahwa sesungguhnya Syaikh Imam Abil Abbas Al Mursiyyi r.a dengan kehendak Alloh dan ridho Alloh dijadikan pengganti beliau setelah wafatnya beliau kemudian Syaikh Abil Chasan mengambil air wudhu, kemudian sholat sunah, kemudian beliau berkatawahai tuhanku, wahai tuhanku kapan adanya pertemuan?” tak henti-henti sampai terbit fajar maka ketika berhenti mendekatlah putra beliau maka tiba-tiba beliau telah kembali ke rohmatullah. Dan banyak sekali para wali-wali besar yang datang mensholati jenazah beliau, dan mengambil berkah dengan mengiring jenazah beliau kemudian beliau dikuburkan ditempat itu (shohroidzab) dalam bulan dzulqodah tahun 656 H.

Syaikh Abil Chasan adalah bernama Sayid Abu Chasan Assyadiliy putranya Sayid Abdullah putranya Sayid Abdul Jabar, putranya Sayid Tamim, putranya Sayid Hurmuz putranya Sayid Khotim, putranya ..........., putranya Sayid Yusuf, putranya Sayid Yusa’, putranya Sayid Wardi, putranya Sayid Ali putranya Sayid Ahmad, putranya Sayid Muhammad, putranya Sayid ’Isa, putranya Sayid Idris Almutsanna, putranya Sayid Idris putranya Sayid Abdullah, putranya Sayidinaa Chasan Al mutsana, putranya Sayidina Chasan, putranya Sayidah Fatimah putrinya Nabi Muhammad saw.
Silsilahnya Syaikh Abil Chasan Assyadiliy dari guru dzikir Sirrilalah Syaikh Abi Abdullah Muhamad bin Charozin, beliau dari Syaikh Abi Muhamad Sholeh bin banshori Addakaaliy, beliau dari Syaikh Abi Madyan Al andalusi, beliau dari Syaikh Quthub Abi Ya’inna adar, beliau dari Syaikh Abi Muhammad Tannur, beliau dari Syaikh Abi Muhamad Abdul Jalil, beliau dari Syaikh Abil fadli Al Hindi Abdillah bin Abi Basyar, beliau dari Syaikh Abi Basyar Al Chasan Al Jauhari, beliau dari Syaikh Abi Ali Annuriy, beliau dari Syaikh Abil Chasan Assarry Assiqoty, beliau dari Syaikh Abi Mahfudz Ma’ruf bin firuzil Kurochi, beliau dari Syaikh Sulaiman dawud Atthi’i, beliau dari Syaikh Habib Al’ajamiy beliau dari Syaikh Abi Bakar bin Muhamad bin Sirin, beliau dari Sayidina Anas r.a, beliau dari Rosulullah saw.
Adapun silsilahnya Syaikh Abil Chasan Assyadiliy r.a dari guru dzikir jahri (silsilah Quthubiyah) ialah Syaikh Quthub Abdussalam, beliau mengambil toriqoh dari Al Quthbus Syarif Abdurrohman, beliau dari Quthub Taqilyuddin Al fuqoiri, beliau dari Quthub fahruddin, beliau dari Quthub Nuruddin beliau dari Quthub Tajuddin beliau dari Quthub Syamsuddin beliau dari Quthub Zinuddin, beliau dari Quthub Abi Ishak Ibrohim Al Bashori beliau dari Quthub Abil Qosim Ahmad Al Mazwani, beliau dari Quthub Sa’id, beliau dari Quthub Sadu, beliau dari Quthub Abi Muhamad Fathusuud, beliau dari Quthub Al Fazwani, beliau dari Quthub Abi Muhamad Jabir, beliau dari Quthub Al Aqthob Sayidina Chasan, beliau dari Sayidina Ali r.a, beliau dari Rosulullah saw.

Menurut keterangan orang yang telah bertemu dengan Syaikh Abi Chasan Asyadzili, bahwa dia adalah seorang laki-laki yang agung, yang tinggi agak kurus, wajahnya wajah seorang pertapa, perawakannya menarik, bentuk wajahnya agak lonjong yang memancarkan sinar keimanan dan keihlasan, adapun kulitnya sawo matang (hitam kemerah-merahan), godeknya tipis, tangannya agak panjang dan jari-jarinya langsing. Menurut keterangan itu sudah menunjukkan seorang yang agung yang penuh Asror dan hikmah, yang sifat seperti ini sesuai dengan keterangan Abul Azaaim bahwa diantara sifat imam Asyadzili itu ialah lincah dan gesit, ucapannya pelan dan jelas, masuk kehati, manis bahasanya, ringkas tutur katanya enak didengarkan dan mudah diterima, sehingga apa yang dikatakan punya pengertian yang dalam.

Syaikh Abi Chasan r.a itu sangat tawaddu’, dan sesungguhnya sebagian dari ketawaduannya ialah : beliau tidak mau berbicara di suatu tempat perkumpulan, kecuali bila dikatakan pada beliauberbicaralah!” maka baru mau berbicara, dan perkataan beliau itu halus, dan bisa ditanggapi orang-orang besar dan orang-orang kecil karena kebijaksanaan beliau, dan keadilan beliau, dan karena beliau mengerti ilmu-ilmunya para ulama, dan sifat-sifatnya raja-raja dan kebijaksanaannya ahli hikmah.
Dan diceritakan : sesungguhnya ketika para auliya dan para ulama berkumpul di balai pertemuan manshuroh dekat tsugroh dimyathi : syaikh izzuddin bin Abdussalam dan syaikh makinuddin Al-asmari dan syaikh taqiyyuddin bin daqiqil’id dan yang lainnya, mereka semua telah duduk sedang membicarakan Risalah Qusyairiyah dan setiap mereka mengatakan pada beliau. Kami ingin mendengar suatu perkataan darimu tentang makna-makna pembinaan ini, maka beliau berkatakalian semua adalah para guru-guru besar Islam dan sungguh telah kalian bicarakan maka bagi saya sudah tidak ada tempat untuk membicarakan, maka mereka berkata pada beliautidak”, tetapi tetap berbicaralah. Maka beliau memuja dan memuji Alloh dan mulai berbicara sesuatu. Setelah itu maka Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam yang menjadi sultonnya para ulama berteriak dari dalam perkemahan dan keluar sambil memanggil-manggilnya dengan suara keras. Kesinilah semua! Untuk mendengar pembicaraan yang dekat dengan kebenaran dari hadapan Alloh, maka dengarkanlah!

Dan padahal Syaikh Izziddin itu sebelum berkumpul dengan Syaikh Abi Chasan dia ingkar dengan kaum para sufi dan dia berkata, ”apakah ada toriqoh yang selain Qur’an dan hadits? Dan setelah Syaikh Izzidin berkumpul dengan Syaikh Abi Chasan dan setelah salut dan pasrah dengan kaum sufi dia berkata. ”Sebagian dari tanda yang agung yang menunjukkan adanya golongan kaum ahli tasawuf itu ialah, mereka sudah bisa mendudukkan agung-agungnya dasar agama yaitu mereka bisa meletakkan kekuasaan karomah-karomah dan yang luar kebiasaan manusia sedangkan para ahli fiqih belum bisa menguasai apa-apa kecuali hanya baru bisa menjalani di jalan-jalannya kaum sufi, seperti yang kelihatan di lahirnya saja. Maka setelah Syaikh Izzuddin berkumpul dengan kaum sufi dan setelah merasakan toriqoh yang telah dirasakan kaum sufi dan telah bisa memotong besi dengan lembaran kertas, maka dia memuji-muji terhadap kaum sufi dengan pujian yang sangat.
Syaikh Abi Chasan itu adalah memiliki manakib (sejarah bagus yang khusus) yang agung sebagian dari manakibnya ialah beliau terbuka untuk bisa melihat buku catatan orang-orang yang akan masuk ke toriqoh beliau dan lebarnya buku catatan tersebut ialah sepanjang batas pandangan mata, dari para murid yang baiat langsung pada beliau dan para murid yang setelah beliau wafat sampai akhir zaman, dan seluruh murid-murid akan dibebaskan dari neraka dan Syaikh Abi Chasan r.a diberi Bisyaroh (bebungah) sesungguhnya orang yang melihat beliau dengan rasa cinta dan mengagungkan dia tak akan celaka. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah sesungguhnya beliau itu menjadi sebab keberuntungan para muridnya. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah sesungguhnya beliau berdo’a pada Alloh semoga Alloh mengangkat wali-wali quthub sampai akhir zaman diambilkan dari golongan toriqoh Syadziliyah. Dan Alloh mengijabah do’a beliau, maka wali quthub hingga akhir zaman akan diangkat dari golongan toriqoh beliau. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah Syaikh Abul Abbas berkata : ”ketika Alloh hendak menurunkan bencana secara umum maka golongan toriqoh syadzili diberi selamat dari bencana tersebut dengan karomahnya Syaikh Abil Chasan Asyadzili”. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah Syaikh Syamsudin Al Chanafi r.a berkata ”Para ahli toriqoh Syadzaliyah itu diberi keunggulan 3 perkata sedangkan yang lainnya tidak diberi, yang pertama ialah sesungguhnya para ahli toriqoh syadzaliyah itu sudah dipilij dari luh mahfudz, yang kedua ialah sesungguhnya bila mereka jadzab bisa pulih kembali seperti semula, yang ketiga ialah sesungguhnya wali quthub yang setelah Syaikh Abil Chasan Asyadzili diambilkan dari ahli toriqoh syadzaliyah”. Dan sebagian dari manaqibnya lagi ialah sesungguhnya bila beliau mendidik murid-muridnya maka cukup sebentar saja sudah bisa menjadi futuh (terbuka). Dan sebagian dari manakibnya lagi ialah sesungguhnya Rosululloh saw telah mengizini siapa saja yang berdo’a kepada Alloh dengan tawasul kepada Syaikh Abil Chasan Asyadzili, karena Syaikah Abdullah berkata kepada Rosululloh saw tentang tingkah lakunya dari membaca sholawat kepada Rosululloh kemudian membaca Tarhibiyahnya (sifat kependetaan / menjauhi masyarakat) Syaikh Abil Chasan Asyadzili r.a kemudian berdo’a kepada Alloh dengan tawasul kepada Syaikh Abil Chasan Asyadzili, kemudian Syaikh Abdullah bertanya kepada RosulullohApakah yang seperti ini diizinkan atau tidak diizinkan?, maka Rosululloh menjawabTingkah lakumu yang seperti ini diizini, sebab Syaikh Abi Chasan adalah juz (bagian) dari beberapa juz diriku dan barang siapa tawasul dengan juzku, itu seperti orang yang tawasul dengan diriku.

Syaikh Makinudin Al Asmuru r.a berkata ”Para guru toriqoh itu mengajak masyarakat duduk-duduk dipintu rohmatnya Alloh, tetapi Syaikh Abi Chasan Asyadzili mengajak masyarakat supaya masuk dihadapan Alloh.” Syaikh Abi Chasan Asyadzili berkata : ”sebagian dari nifaq ialah menampakkan dirinya melakukan sunah rosul saw, tetapi Alloh mengetahui dari orang itu bahwa ada maksud lainnya.” sebagian dari syirik yaitu menjadikan kekasih selain Alloh dan menjadikan penolong selain Alloh, Alloh telah berfirmankalian semua itu tidak mempunyai kekasih dan tidak ada yang menolong kalian semua selain Alloh apakah kalian semua tidak berangan-angan.”

Disebutkan dalam syarah qoridah seperti ini : ”sebagian dari mana aibnya Syaikh Abi Chasan Syadzili adalah beliau itu bila naik kendaraan para pembesarnya fuqorodan ahli dunia mereka berjalan dikanan kiri beliau, bendera dikibarkan di atas kepala beliau, gelas minuman ditaruh dihadapannya dan perintah kepada pimpinan fuqorosupaya mengatakan : siapa yang menghendaki quthub supaya bertemu Syadzili. Dan Syaikh Abi Chasan r.a berkata : ”saya diberi oleh Alloh daftar sahabat-sahabat saya dan sahabat-sahabat saya sehingga hari kiamat, yang luasnya sejauh pandangan mata untuk membebaskan sahabat-sahabat saya itu dari neraka. Dan beliau juga berkataAndaikan tidak ada ikatan sariat dilisanku, saya bisa menceritakan kalian semua apa yang akan terjadi besok dan besoknya sampai hari kiamat.’

Syaikh Abi Chasan Asyadzili r.a itu adalah memiliki beberapa karomah yang banyak sekali yang tak ada yang bisa menghitungnya kecuali Alloh. Sebagian dari karomahnya ialah Alloh memberinya kunci setiap asma-asma sehingga andai setiap manusia dan jin dijadikan penulisnya pasti mereka kelelahan sedangkan ilmunya Syaikh Abil Chasan Asyadzili tidak akan habis. Sebagian dari karomahnya lagi ialah bagus budi pekertinya belas kasih pemurah, dari masa kecilnya, umur 6 tahun telah mengenyankan orang-orang kelaparan dari ahli negri Tunis dengan harta pemberian dari alam ghoib. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah beliau kedatangan Nabiyulloh Chidir A.S yang menetapkan beliau menjadi wali agung sejak masih anak-anak yang berusia 6 tahun. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah sesunguhnya beliau tahu dengan isi batinnya manusia. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah sesungguhnya beliau diberi bisa berbicara dengan malaikat dengan disaksikan dihadapan para murid-muridnya. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah sesungguhnya beliau bisa menjaga kepada para murid-muridnya walaupun berada ditempat yang jauh. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah sesungguhnya beliau bisa memperlihatkan ka’bah dengan jelas dari negara Mesir.
Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah beliau tak pernah putus selalu melihat lailatul Qodr dari sejak baligh sampai wafatnya, sehingga beliau berkata :

Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah sesungguhnya setiap orang yang mati yang dikubur yang bersamaan dengan penguburan beliau maka diampuni. Seluruh dosa-dosanya. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah beliau itu mustajab do’anya. Dan sebagian dari karomahnya lagi ialah sesungguhnya beliau tak pernah terhalang sekejab matapun selalu melihat Rosululloh di dalam 40 th, karena Syaikh Abul Abbas Al Mursiyu r.a berkataBahwa Syaikh Abil Chasan berkata : dimasa 40 tahun saya tidak pernah terhalang dari melihat Rosululloh dan bila saya terhalang sekejab matapun maka saya tidak menganggap terhadap diri saya dari golongan orang-orang Islam (yang sempurna), dan karomah yang seperti ini adalah dari agung-agungnya karomah.

Sebagian dari karomahnya Syaikh Abi Chasan Asyadzili ialah ketika beliau datang di negara maghrib orang-orang kirim surat melaporkan kepada raja (Mesir) dengan laporan kejelekan Abi Chasan, kemudian beliau keluar dari Iskandariyah menghadap raja (Mesir), maka kemudian raja mempercayai kebenaran Syaikh Abi Chasan. Kemudian orang-orang tersebut melaporkan lagi kepada raja bahwa Syaikh Abi Chasan itu Kaimawy (pengusaha mas dari jin) maka hilangkah kepercayaan raja kepada beliau, ketepan saat itu sesungguhnya seorang penjaga rumahnya raja melakukan suatu perkara yang mengharuskan dihukum mati, maka penjaga tersebut ketakutan menghadapi raja dan lari ke Iskandariyah maka Syaikh Abi Chasan melindunginya, dan kemudian raja mengutus utusan untuk menangkap orang tersebut dan berkata kasar terhadap Syaikh Abi Chasan ”kau merusak budakku” lalu Syaikh Abi Chasan menjawab : saya adalah orang yang membuat kebaikan bukan kerusakan. Kemudian Syaikh Abi Chasan mengeluarkan budak tersebut dari persembunyiannya dan berkata : kencinglah diatas batu ini, maka ketika kencing dibatu tersebut. Seketika berubahlah menjadi mas kira-kira 5 qinthor (+ 5000 dinar), kemudian Syaih Abi Chasan berkata : ambilah mas ini berikan untuk raja supaya ditaruh di baitul maal (gudang negara), dan ketika sampai pada raja, raja kembali mempercayai Syaikh Abi Chasan dan meninggalkan tuduhan yang jelek. Lalu raja datang ziarah kepada Syaikh Abi Chasan dan minta kepada Syaikh Abi Chasan supaya budaknya kencing di atas batu yang dikehendaki raja, lalu Syaih Abi Chasan berkata : yang pokok itu adalah izin Alloh, dan selanjutnya raja selalu percaya terhadap Syaikh Abi Chasan dan menawarkan kepada Syaikh Abi Chasan harta dan jaminan-jaminan, tetapi Syaikh Abi Chasan menolaknya, dan beliau berkata : apakah seseorang yang pelayannya bisa kencing di atas batu kemudian menjadi emas dengan izin Alloh itu membutuhkan bantuan mahluq?

Sebagian dari karomahnya Syaikh Abi Chasan Asyadzily ialah : sesungguhnya beliau pernah suatu hari berbicara masalah zuhud, dan di majlis itu ada seorang faqir yang pakaiannya compang-camping, sedangkan Syaikh Abi Chasan berpakaian yang bagus, maka orang faqir tersebut berkata dalam hatinya ”Bagaimana Syaikh Abi Chasan ini? Beliau berbicara masalah zuhud sedangkan pakaiannya bagusnya seperti ini, sayalah orang yang zuhud terhadap dunia”. Kemudian Syaikh Abi Chasan menoleh melihat orang faqir tersebut, dan berkata : pakaianmu itu pakaian cinta dunia, karena pakaianmu itu memanggil masyarakat bahwa kamu itu orang faqir (mempunyai kedudukan dihadapat Alloh), tetapi pakaianku ini memanggil masyarakat bila saya orang kaya, orang yang cukup, dan menjaga dirinya (jangan sampai dianggap orang yang zuhud). Kemudian orang faqir tersebut berdiri dihadapan orang banyak dan berkata : Demi Alloh saya adalah orang yang berbicara dalam hatiku bahwa aku adalah orang zuhud (meninggalkan cinta dunia), maka aku mohon ampun kepada Alloh dan taubat pada Alloh. Kemudian Syaikh Abi Chasan memberi pakaian baru kepada orang faqir tersebut dan menunjukkan orang faqir tersebut supaya berguru terhadap orang yang disebut ibnu Dahhan dan beliau berkata : mudah-mudahan Alloh menjadikan hatinya orang yang bagus-bagus belas kasih kepadamu, dan mudah-mudahan Alloh memberi barokah terhadap apa yang telah diberikan kepadamu, dan mengakhiri hidupmu nanti dengan bagus.
Diantara karomahnya lagi ialah beliau pernah berkata : ”pada toriqoh yang saya jalankan ini, saya membawa ilmu yang belum pernah dibawa orang-orang sebelumku, dan juga pernah berkata : besok di Mesir akan muncul seorang laki-laki yang terkenal sebutannya Muhammad al hanafy, dipipi sebelah kanannya ada tai lalatnya, kulitnya putih kemerah-merahan, asalnya anak yatim yang faqir, akan menjadi kholifahku yang kelima setelahku, akan masyhur dizamannya dan mempunyai kedudukan yang luhur sekali.

Imam Syadzily itu bagaikan lautan di dalam ilmu-ilmu syari’ah dan ilmu alat-alatNya juga ilmu bathinnya syari’ah, karena beliau diberi ringkasan seluruh asma’-asma’ a’dhom warisan dari eyangnya yaitu rosululloh saw, dan oleh karena itu beliau pernah berkata : andaikata seluruh manusia dan jin dijadikan juru tulisku, pasti mereka kelelahan sedangkan ilmuku takkan habis.

Imam Syadzily itu pertama berguru mengambil nasab pada Syaikh Abdissalam al masyisy, kemudian tak mengambil nasab pada siapapun, tetapi justru mengambil nasab berguru pada sepuluh lautan, yang lima di langit dan yang lima di bumi. Maka dari itu ketika ditanya ”siapakah guru anda? Beliau menjawab : pertama yang menjadi nasab guruku ialah : Syaikh Abdul Salam, adapun sekarang saya tak mengambil nasab dari seorangpun, tetapi saya telah berenang (menciduk) ilmu dari 10 lautan yaitu 1- nabi Muhammad saw. 2- S. Abu Bakar ra. 3- S. Umar ra. 4- S. Utsman ra. 5- S. Ali ra. 6- Malaikat Jibril as. 7- M. Mikail as. 8- M. Isrofil as. 9- M. Izrooil as. 10- Ruhul Akbar solawatulloh wasalamushu alaihim ajmaiin.

Imam Syadzili itu adalah lebih ma’rifat-ma’rifatnya orang yang ada pada saat itu maka dari itu Syaikh Takiyuddin bin daqiq Al-’id ra berkata aku belum pernah melihat orang yang lebih ma’rifat pada Alloh dari pada Syaikh Abi Chasan Asyadzili beliau itu adalah orang yang luas dalam ilmu Hakikotnya. Sebagian yang menunjukkan bahwa beliau memiliki ilmu Hakikot Yang Agung ialah beliau pernah berkata : saya pernah diberi kabar gembira seperti ini. ”Hai Ali tak ada majlis ilmu fiqih yang lebih agung di atas bumi ini dari pada majlisnya Syaikh Izziddin Abdissalam sebagai sulton ulama, dan tak ada majlis ilmu hadits yang agung di atas bumi ini dari pada majlisnya Syaikh Abdil A’dim Al-Mundiri, dan tak ada majlis ilmu hakikot yang agung di atas bumi ini dari pada majlismu.

Syaikh Abi Hasab Asyadzili pernah berkata : ”Saya bertemu Rosul lalu saya bertanya apa hakikinya mengikuti? Rosul menjawab : ”Yaitu melihat orang yang diikuti dalam segala tingkah, dan bersama dalam segalanya, dan ada di dalamnya setiap waktu apa saja. Dan Syaikh Abi Chasan Asyadili juga berkata jika kamu ingin benar dalam setiap ucapan maka perbanyaklah membaca surat : ”Qulhuwallahu Ahad dan jika kami ingin mudahnya rizki maka perbanyaklah membaca surat kul a’udu birobbil falaq dan jika kamu ingin selamat maka perbanyaklah membaca surat ”Qul a’udu birobbinnas. Wali quthub Robbani Syaikh Abdul Wahab Assa’roni berkata : sebagian ulama berkata paling sedikitnya memperbanyak bacaan ialah 70 kali setiap hari sampai 700 kali.

Syaikh Abi Chasan berkata : ”Lebih benar-benarnya ucapan ialah ucapan Laailaaha illallaah dalam keadaan bersih. Dan Syaikh Abi Chasan juga berkata jika kamu ingin hatimu tidak jelek, tidak menemui kesusahan dan perihatin, dan tidak terus-menerus ke tempat dosa, maka perbanyaklah membaca : ”Subhaanallaahi wa bihamdihi subhanallaahil adhiim laailaahaillahuwa. Allaahumma tsabbit ’ilma haa fi qolbii wagfirlil dzanbii.

Syaikh Abi Chasan R.A berkata : kamu jangan memilih suatu perkara, dan pilihlah perkara yang tidak dipilih. Dan Syaikh Abi Chasan juga berkata : para wali itu tidak butuh segala sesuatu, cukup dengan mempunyai Alloh, dan mereka cukup bersama Alloh tanpa pemikiran dan pilihan lain. Sedangkan para orang ’alim mempunyai pemikiran dan pilihan untuk kebaikan dan pembicaraan untuk mendapatkan faidah-faidah.

Syaikh Abi Chasan Asyadzili R.A berkata ada satu perkara yang bisa menghancurkan beberapa amal, dan kebanyakan manusia tidak mengingatnya yaitu bencinya hamba pada qodo’ Alloh (ketentuan Alloh), dan juga ada dua kebaikan yang menjadikan tidak akan berbahaya dengan banyaknya kejelekan yaitu rido dengan qodo’ Alloh dan memaafkan hamba Alloh dan beliau juga berkata seorang hamba tak akan bisa menghindar dari neraka kecuali mencegah anggota badannya dari maksiat pada Alloh dan menghiasi dirinya dengan menjaga amanat Alloh dan membuka hatinya untuk melihat Alloh dan membuka lisan dan batinnya untuk munajat pada Alloh dan menghilangkan hijab (tirai) diantara dirinya dan diantara sifat-sifat Alloh dan mensaksikan dirinya terhadap ruh-ruh kalimat Alloh kepada Alloh.

Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”ketika dzikir terasa berat dilisanmu dan banyak sia-sianya dalam ucapanmu dan tergelarnya anggota badan dalam syahwatmu dan buntunya pintu pemikiran dalam kebaikanmu maka ketahuilah sesungguhnya yang seperti itu dari besarnya dosamu atau adanya irodah (kehendak) munafik di dalam hatimu dan tidak ada jalan untukmu kecuali satu jalan yaitu taubat dan berbuat baik, dan mohon perlindungan Alloh, dan ihlas di dalam agama Alloh. Apakah kau tidak mendengarkan firmah Alloh : ”kecuali orang-orang yang mau bertaubat dan berbuat baik, minta perlindungan kepada Alloh dan membersihkan agama mereka, maka mereka itulah orang-orang yang bisa bersama-sama dengan orang-orang mukmin”. Dan Alloh tidak mengatakan dengan perkataan : sebagian dari golongan orang-orang mukmin maka berangan-anganlah dengan perkara ini jika kamu menjadi orang pandai”.

Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”Apabila ilmu kasafmu (terbukanya hati) bertentangan dengan qur’an hadits, maka berpeganglah dengan qur’an dan hadits dan tinggalkan saja ilmu kasafmu dan katakan pada dirimu : Sesungguhnya Alloh menjamin menjaga saya di dalam qur’an hadits, dan tidak menjamin (tidak bertanggung jawab) dari arah ilmu kasaf, ilmu ilham (bisikan), ilmu musyahadah (melihat perkara goib), dan juga para ulama sepakat sebaiknya tidak mengamalkan ilmu kasaf, ilmu ilham, ilmu musyahadah kecuali setelah ditinjau sesuai qur’an hadits”.

Dan beliau juga berkata : ”Bila ada seseorang menghalangimu menuju Alloh maka tetap teguhlah dan mantaplah, Alloh telah berfirman : Hai orang-orang yang beriman bila kalian bertemu menghadapi suatu qoum (golongan) maka tetap teguhlah dan berdzikirlah (berdo’alah) pada Alloh dengan banyak supaya kalian semua beruntung”.
Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”setiap ilmu yang tergerak dalam hati yang digerakkan oleh nafsu dan nafsu merasa lezat dengan ilmu tersebut maka buanglah walaupun ilmu itu haq dan ambilah ilmunya Alloh yang diberikan Rosululloh kemudian ikutlah kepada Rosululloh dan kepada kholifah, kepada para sahabat, dan para tabi’in dan para imam-imam yang mendapat hidayah yang menjauhkan kehendak dan perintah hawa nafsu. Maka kamu akan selamat dari beberapa keraguan dan beberapa prasangka dan beberapa penarik dusta yang menyesatkan yang menyimpang dari hidayah dan haqiqinya hidayah. Dan beliau juga berkata termasuk sebagian dari lebih menjaganya penjaga dari terjerumus ke dalam cobaan terhadap ma’siat dan dosa. Adalah istigfar, Alloh telah berfirman : Dan tidaklah Alloh itu menyiksa mereka (ahli Makkah) sedangkan mereka lagi mohon ampun.”

Syaikh Abil Chasan r.a berkata : ”Bila kamu majlisan (duduk-duduk) dengan para ulama maka janganlah kamu membicarakan kepada mereka kecuali ilmu yang dinukil dari ketentuan qur’an dan riwayat-riwayat hadits yang shohih, adakalanya berfaidah untuk mereka atau kamu yang mengambil faidah dari mereka yang seperti itu adalah keuntungan yang besar dari mereka. Dan jika kamu majlisan dengan ahli ibadah dan ahli zuhud (ahli bertapa) maka duduk-duduklah ke dalam mereka dengan apa yang mereka anggap baik dan buatlah mudah atas masalah-masalah yang mereka anggap sulit dan berilah mereka rasa ma’rifat yang mereka belum merasakannya. Dan jika kamu majlisan dengan ahli shidiqin maka, pisahkanlah dengan apa yang kau ketahui maka kamu akan mendapat ilmu yang tetap. Dan Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”termasuk sulit-sulitnya manusia ialah orang yang senang bisa orang-orang tunduk dengan mu’amalahnya sehingga orang-orang tersebut sesuai dengan segala yang ia inginkan sedangkan dirinya sendiri tidak bisa menemukan kehendak nafsunya sendiri, maka carilah nafsumu dengan memuliakan manusia dan jangan kau mencari manusia agar mereka memuliakanmu, dan jangan kau memaksa kecuali terhadap nafsumu sendiri.”


Syaikh Abil Chasan r.a berkata : ”saya telah menghentikan manfaat dari saya untuk diri saya sendiri, maka bagaimana tidak bila saya memutuskan manfaat orang lain untuk diri saya. Dan saya mengharapkan kepada Alloh untuk kemanfaatan orang lain maka bagaimana tidak bila saya mengharap kepada Alloh untuk kemanfaatan diri saya sendiri. Syaikh Abil Chasan Asyadzili juga berkata : janganlah kau cenderung dengan ilmu dan jangan kepada kekuatan tetapi cenderunglah kepada Alloh. Dan jangan sampai kau menyebarkan ilmumu hanya agar manusia membenarkan dirimu tapi sebarlah ilmumu agar menjadi lantaran Alloh membenarkanmu. Dan dari perkataan beliu tersebut di atas sudah cukup untukmu bila Syaikh Abil Chasan Syadzili itu adalah dari golongan orang-orang ahli ma’rifat, ahli zuhud, ahli membersihkan diri, ahli fiqih (pandai) dalam agama, ahli muroqobah, dan menjadi gurunya orang-orang besar.”
Syaikh Abil Chasan r.a pernah berkata kepada para sahabatnya : ”makanlah dari makanan yang enak-enak dan minumlah dengan minuman lebih lezat lebih segar dan tidurlah dikasur-kasur yang empuk dan pakailah pakaian yang lebih halus, lebih bagus, maka sesungguhnya diantara kalian semua ketika melakukan seperti itu dan mengucapkan Alhamdulillah maka seluruh anggota badan bisa menerima untuk bersyukur. Berbeda dengan makan makanan jelek, roti kasar dengan garam dan memakai pakaian kasar yang jelek dan tidur di atas bumi dan minum dengan air panasnya matahari dan setelah itu mengucapkan Alhamdulillah maka sesungguhnya ucapannya itu tercampur dengan rasa terpaksa dan kurang ikhlas (gerundel) dan sebagian dari rasa benci dengan takdirnya Alloh. Dan sesungguhnya apabila kalian melihat dengan mata hati sudah pasti bisa menemukan kejengkelan dan rasa kebencian tersebut yang kembali kepada dosa bagi orang-orang yang mengambil kenikmatan perkara dunia dengan yakin. Maka sesungguhnya yang dinamakan orang yang mengambil kenikmatan perkara dunia itu ialah melakukan perkara yang telah diwenangkan oleh Alloh swt dan barang siapa punya rasa jengkel dan benci maka sungguh berarti telah melakukan perkara yang diharamkan oleh Alloh swt. Ucapakan seperti ini adalah sebagian dari tanda bahwa Syaikh Abil Chasan r.a sebagian dari golongan ahli muroqobah (mengintai & meneliti) terhadap tingkah lakunya hati dan termasuk sebagian dari golongan ahli syukur.Beliau juga berkata : ”murid toriqoh tak akan meningkat sama sekali kecuali setelah jelas benar-benar cinta kepada Alloh SWT, dan murid tak akan bisa benar-benar cinta Alloh sehingga benci dunia, dan ahli dunia, dan zuhud dengan kenikmatan dunia dan akhirat. Dan beliau berkata lagi : setiap murid toriqoh tentu ada rasa cinta dunia, maka Alloh akan membencinya menurut banyak sedikitnya di dalam cintanya terhadap dunia. Maka murid supaya membuang dunia lepas dari tangannya dan dari hatinya ketika awal masuknya di dalam toriqoh, dan ketika ada murid meminta talqin (pengajaran secara berhadap-hadapan) dengan guru atau mengambil janji terhadap guru sedangkan dia cenderung kepada dunia, maka dia harus kembali dari mana asal tempat datangnya, dan toriqohnya akan membuang dirinya. Maka sesungguhnya paling sedikitnya sebagai dasar murid masuk toriqoh yaitu zuhud di dalam bab dunia, maka barang siapa tidak zuhud di dalam bab dunia maka tidak sah baginya dibangun sesuatu diakhirat”.

Syaikh Abi Chasan Asyadzily pernah berkata : telapakku bisa di atas jidatnya para wali-wali :

Ada di (kalangan) toriqoh itu tidak ada karomah yang lebih besar daripada karomah (berupa) iman, dan manut pada sunah Nabi, siapa orangnya yang sudah diberi iman dan bisa manut pada sunah Nabi, kemudian menginginkan selain yang kedua tadi, (jelas) orang itu hamba yang berpura-pura dan ahli bohong.

Tidak ada dosa besar yang lebih besar dari pada dua perkara : (yaitu) cinta dunia sampai memilihnya (artinya menganggap lebih penting dari pada akhirat) dan terus menerus (berada di dalam) kebodohan sampai ridho. Karena cinta dunia itu sumber setiap kesalahan dan terus menerus (berada di dalam) kebodohan itu sumbernya maksiat.

Kamu jangan terlalu meninggalkan dunia. Yang bisa menjadi sebab gelapnya dunia (menyelimuti harimu) dan menjadi lemah anggota badanmu. Yang akhirnya kamu kembali merangkul dunia setelah keluar dari dunia dengan Himmahmu (cita-citamu) atau fikiranmu atau keinginan atau gerakmu.

Kamu supaya menetapkan perkara lima yang membersihkan badanmu yang ada dalam perkataan yaitu : ”subhaanallaahi wal hamdulullaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbaru wa laa hau la wa laa quwata illaa billaahi”. Dan perkara lima yang membersihkan badanmu yang ada dalam pekerjaan yaitu solat lima waktu dan membersihkan badan dari rasa memiliki daya dan kekuatan.

Tandanya orang yang mendapat kebahagiaan di akhirat, yaitu : orang yang tahu kebenaran lalu mau tawadu’ pada orang yang ahli kebenaran walaupun melakukan kejelekan apa saja. Dan tandanya orang yang celaka di akhirat yaitu orang yang menentang kebenaran dan menyombongi pada orang yang ahli kebenaran walaupun melakukan kebaikan apa saja.
Syaikh Abil Chasan Asyadzili berkata : ”ichlas yaitu nur dari Alloh yang diletakkan dihati hamba Alloh yang beriman, kemudian nur ikhlas tersebut bercabang menjadi 4 kehendak :
1. Kehendak ikhlas di dalam beramal karena mengagungkan Alloh
2. Kehendak ikhlas karena mengagungkan perintah Alloh
3. Kehendak ikhlas karena mencari pahala dari Alloh
4. Kehendak ikhlas di dalam membersihkan amal dari yang berbau mencari selain Alloh, dan tidak menjaga selain karena Alloh.

Dan Syaikh Abil Chasan juga berkata : ”karomahnya orang-orang sidikin (orang-orang yang bersungguh dalam beriman kepada Alloh) itu ada 5 :
1. Langgengnya dzikir dan ta’at (ibadah kepada Alloh) dengan syarat istiqomah.
2. Zuhud (meninggalkan cinta dunia), senang mengambil sedikit dari dunia.
3. Memperbarui keyakinannya ketika ada macam-macam perkara yang menghalang-halangi kesungguhannya dalam beriman.
4. Resah bila berkumpul dengan orang yang ahli manfaat dan tenang bila berkumpul dengan orang yang ahli madhorot.
5. Apa yang dzohir pada dirinya seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan lain-lain
Yang tidak berlaku di dalam kebiasaan manusia, kejadian yang seperti ini ada waktunya dan ada pada orang yang tertentu dan ada tempat tertentu. Jadi barang siapa yang mencari karomah yang ada dilain waktunya jarang .

Sekali bisa menemukan karomah badan yang seperti itu. Ringkasnya orang yang mencari karomah tidak akan diberi karomah, begitu juga orang yang hatinya membicarakan karimah dan usaha mencari karomah, yang diberi karomah badan itu khusus orang yang tidak melihat dirinya dan tidak melihat amal. Tetapi orang yang sibuk melihat apa yang disukai Alloh selalu melihat anugrahnya Alloh putus dari melihat dirinya dan amalnya.

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Ada perkara lima yang barang siapa tidak ketempatan sesuatu dari perkara lima itu, maka dia tidak mempunyai iman :
1. Membenarkan perkaranya Alloh
2. Ridho kepada qodhonya Alloh
3. Pasrah kepada perkaranya Alloh
4. Tawakal kepada Alloh
5. Sabar ketika awalnya menghadapi bala’nya Alloh (bencana dari Alloh)

Syaikh Abil Chasan berkata : ”yang dinamakan ma’rifat yaitu : perkara yang mengajukan dirimu meninggalkan dari selain Alloh dan mengembalikan dirimu kepada Alloh”.
Syaikh Abil Chasan berkata : ”Ada dua perkara yang memudahkan melewati jalan menuju Alloh yaitu :
1. Ma’rifat kepada Alloh
2. Cinta kepada Alloh
Cintamu kepada suatu perkara itu menjadikan buta matamu dan tuli telingamu”

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Bila kamu berkehendak selalu langgeng melihat Alloh dengan mata keimanan dan keyakinan, kamu supaya selalu mensyukuri nikmat Alloh, selalu ridho kepada qodhonya Alloh, dalam al-qur’an telah dikatakan ”apa saja nikmat yang ada pada diri kalian, itu semua dari Alloh, kemudian jika kau mengalami kemadhorotan, tentu kalian kembali minta pertolongan Alloh”.
Sebagian dari perkataan Syaikh Abil Chasan ialah : ”selalu tetaplah mohonlah ampun kepada Alloh walaupun tidak melakukan dosa dan ambillah ibarat dengan istigfarnya Rosululloh saw setelah menerima kabar gembira dari Alloh dan yakin dengan ampunan Alloh atas seluruh dosa yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan. Ya seperti ini untuk Rosululloh yang ma’sum (yang dijaga dari perbuatan dosa), yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali dan bersih dari dosa. Lalu bagaimana anggapanmu terhadap orang yang tidak sepi dari cela dan dosa sewaktu-waktu”.
Syaikh Abil Chasan berkata : ”Ada satu kelakuan baik yang bila seorang hamba mau melakukan, bisa menjadi pimpinan masyarakat yang ada di masanya, yaitu : berpaling dari dunia (hatinya tidak lekat dengan harta/kedudukan), dan menahan sakitnya hati dari orang yang ahli dunia”.

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Jika kamu hendak berhutang kepada orang lain supaya hatinya menghadap kepada Alloh, dan berhutang atas namanya Alloh (di dalam hatinya), karena setiap apa-apa yang dihutang oleh hamba atas namanya Alloh maka Alloh akan menanggung pembayarannya”.

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Barang siapa yang mengajak (masyarakat) kepada Alloh dengan selain apa yang diajarkan oleh Rosululloh maka orang itu ahli bid’ah”.

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Bila ada orang fakir (murid toriqoh) tidak selalu (ajek) datang sholat lima waktu di dalam berjamaah, tidak perlu kau urusi”.

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Jika kau menganggap bagus sebagian dari tingkah lakumu yang batin dan dzohir dan kamu kuatir hilangnya, maka supaya kamu membaca : ”masya Alloh Laa Quawwata illa billah”.

Syaikh Abil Chasan berkata : ”Setiap karomah yang tidak dibarengi ridho dari Alloh, dan tidak dibarengi ridho orangnya yang karomah itu kepada Alloh, dan tidak dibarengi cintanya Alloh atau cintanya hamba kepada Alloh, orang yang mempunyai karomah tersebut dilulu oleh Alloh (istidroj) yang ditipu oleh syaithon, atau orang yang kurang sempurna, orang yang rusak berantakan”.

Syaikh Abi Chasan ra berkata : wali quthub itu memiliki 10 karomah, barang siapa mengaku memiliki karomah 10 ini atau sebagian dari 10 ini supaya diperlihatkan :
1. Bisa memberi bantuan yang berupa rohmat husus dan penjagaan yang husus dari Alloh.
2. Bisa memberi bantuan sebagai pengganti salah satu wiliyulloh dan pengganti quthub.
3. Bisa memberi bantuan dari malaikat yang menyangga arasy.
4. Dibuka hatinya dari haqiqinya dzat dan mengusai macam-macamnya sifat.
5. Diberi kemulyaan menetapkan dan memisahkan antara dua wujud.
6. Pisahnya keadaan awwal dari keadaan awwal dan apa yang berpisah dari awwal sampai ujungnya dan apa yang telah tetap pada keadaaan awwal.
7. Kemulyaan menghukumi apa yang ada pada sebelumnya awwal.
8. Hukumnya apa yang sebelum awwal.
9. Hukum bagi orang yang tadi mempunyai sifat sebelumnya dan sifat sesudahnya.
10. Ilmu badi’ yaitu ilmu yang meliputi seluruh ilmu dan seluruh yang diketahui, yang lahir dari sirr yang awal sampai ujungnya kemudian kembali kepada awal.
Syaikh Abi Chasan r.a berkata :
Barang siapa yang menghadap mahluq secara keseluruhan sebelum sampai pada tingkat kesempurnaan dirinya, tentu gugur dari perhatiannya Alloh, maka dari itu kalian semua supaya takut dengan penyakit yang besar ini, banyak sekali orang yang senang hatinya menghadapi masyarakat dan merasa puas sebab menjadi orang yang terkenal dan dicium tangannya oleh masyarakat, maka dari itu kalian semua supaya berpegang teguh dengan penjagaan Alloh menuju jalan yang lurus.

Syaikh Abi Chasan r.a berkata :
Penglihatan mata hati itu sama dengan penglihatan mata kepala, kejatuhan kotoran sedikit saja tidak bisa melihat walaupun tadi sampai buta, kemauan melakukan kejelekan sekali saja itu bisa mengotori pandangan mata hati dan bisa mengeruhkan fikiran dan kehendak (ma’riifat Alloh), dan bisa menghilangkan perbuatan baik sama sekali, melakukan kejelekan yang timbul dari suara hati tersebut, bisa membawa orang yang memiliki kelakuhan jelek itu dari bagian Islam, bila orangnya terus menerus melakukan kejelekan itu, Islam lepas dari orang itu satu bagian-satu bagian, bila sampai menggunjing dan memaki ulama’ dan orang-orang sholeh dan berkasih-kasihan dengan orang, dholim karena cinta dengan kedudukan dihadapan orang dholim tersebut, seluruh bagian-bagian Islam lepas dari orang itu. Kamu jangan sampai kena pengaruh oleh pakaian atau lagak orang yang seperti itu, karena orang yang seperti itu adalah tidak memiliki ruuh Islam, karena ruh Islam itu adalah cinta Alloh dan cinta Rosul Alloh dan cinta Ahirat dan cinta hamba Alloh yang sholih-sholih.



Syaikh Abi Chasan berkata :
Tidak ada taqwa bagi orang yang cinta dunia, yang memiliki taqwa itu hanya orang yang berpaling dari dunia.

Syaikh Abi Chasan berkata :
Jika kamu hendak melakukan suatu ’amal untuk dunia dan akhirot kamu supaya mengucap ”yaa qowiyyu yaa ’aziizu yaa ’aliimu yaa qodiiru yaa samii’u yaa bashiiru.

Syaikh Abi Chasan r.a berkata : kau tadi akan merasa baunya kedudukan menjadi walinya Alloh bila tidak benci dunia dan tidak benci orang yang ahli dunia.

Syaikh Abi Chasan r.a berkata :
Setiap kebaikan yang tidak menimbulkan nuur atau ilmu disaat melakukan, itu jangan kau anggap kalau kebaikan itu ada pahalanya, dan setiap kelakuhan jelek yang menimbulkan rasa takut kepada Alloh dan kembali kepada Alloh, itu jangan kau anggap dosa yang berbahaya.

Syaikh Abi Chasan r.a berkata :
Hati-hati jangan sampai pandangan mu itu berhenti terhadap mahluq, tetapi kau supaya menghentikan pandanganmu terhadap kemanfaatan dan kemadhorotan meninggalkan memandang mahluq, karena seluruh kemanfaatan dan kemadhorotan itu tidak keluar dari mahluq. Kau supaya melihat seluruh kemanfaatan dan kemadhorotan itu keluar dari Alloh terhadap dirinya mahluq, dan kau hendaknya lari kepada Alloh dari mahluq dengan memperhatikan taqdir yang berjalan pada dirimu dan yang berjalan pada diri mahluq, atau taqdir yang memberikan manfaat untuk dirimu atau bermanfaat untuk mahluq, kau jangan sampai takut yang menjadi sebab kau lupa dari Alloh jika kau berbuat seperti itu (mengembalikan taqdir kepada mahluq), kau akan kerusakan.


Syaikh Abi Chasan berkata : Barang siapa meninggalkan ma’syiat pada anggota lahirnya dan membuang cinta dunia pada bathinnya dan selalu menjaga anggota lahirnya dan hatinya dari ma’syiat, orang itu akan menerima tambahan dari Tuhannya dan Alloh menugaskan malaikat yang menjaga orang itu dari hadapat Alloh, dan Alloh akan mengambil dan menarik orang itu pada setiap perkaranya ketika jatuh atau naik, tambahan yang akan diterima yaitu tambahan ilmu dan keyakinan dan kema’ripatan.

Syaikh Abi Chasan berkata : kau jangan menunda-nunda to’at pada sewaktu-waktu pada waktu yang lain maka kau akan disiksa sebab putusnya to’at itu atau sebab putusnya to’at lainnya atau putusnya to’at yang sama dengan to’at itu sebagai tebusan waktu yang kau sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada bagian to’atnya, maka kewajiban menghambakan diri atasmu itu menuntun dirimu dengan hukum ketuhanannya Alloh.

Syaikh Abi Chasan r.a berkata : dalam menuju wusul kepada Alloh (sampai) itu tidak dengan sifat kependekatan (menjauh dari masyarakat), dan tidak dengan makan syair (makanan yang kasar), atau lebihan rontokan gandum, tetapi sesungguhnya jalan wusul kepada Alloh itu hanya dengan melaksanakan perintah Alloh dan yakin berada di bawah petunjuk Alloh, Alloh telah berfirman : ”Kami telah menjadikan mereka (bani israil) pimpinan masyarakat yang menunjukkan agama kami ketika mereka bersabar dan yakin dengan ayat-ayat kami.

Syaikh Abi Chasan berkata : berhati-hatilah jangan sampai kau terjerumus pada perbuatan maksiat satu kali setelah mengulangi lainnya, karena orang yang melanggar undang-undang Alloh itu dia adalah orang dholim, dan orang yang dholim itu tidak bisa menjadi imam (panutan). Barang siapa yang meninggalkan maksiat dan sabar menghadapi ujian Alloh dan yakin dengan janji-janji Alloh dan ancaman-ancaman Alloh maka dia itulah imam walaupun pengikutnya sedikit.


Syaikh Abi Chasan berkata : Bila Alloh menghina seorang hamba, apa yang menjadi kepentingan nafsunya orang tersebut dibuka oleh Alloh, dan apa yang menjadi aib dirinya dan agamanya (ibadahnya) di tutup oleh Alloh, maka orang yang seperti itu berbolak-balik bersenang-senang menuruti kesenangan hawa nafsunya sehingga menjadi kerusakan agamanya tanpa terasa (sedangkan masyarakat menganggap dia orang utama).

Syaikh Abi Chasan berkata : setiap orang yang mengaku hatinya futuh (dibuka oleh Alloh) tetapi dirinya berpura-pura di dalam to’at ibadah kepada Alloh atau tamak dengan apa yang ada di tangan mahluq Alloh maka orang itu bohong.
TENTANG TASAWWUF

Jadi dalam Islam ini sebenarnya tidak ada pertentangan, yang ada hanya berupa tingkatan pemahaman, kita punya dalil yang bisa menguatkan argumentasi kita, orang juga punya dalil sebagai penguat alasan terhadap suatu ilmu, jadi bukanlah alasan, jika dalam perbedaan pendapat ini menjadikan suatu kecaman terhadap orang lain, lebih utama pengetahun orang lain itu diterima sebagai tambahan bagi penyempurnaan ilmu yang kita miliki bukan dijadikan sebagai bahan untuk memperlebar pertentangan dan permusuhan yang akibatnya akan menimbulkan kekeruhan dalam Islam itu sendiri, dan lebih fatal berakibat menghancurkan Islam itu sendiri tanpa disadari.
Mengapa sebagian orang Islam sendiri mengecam tasawuf? Terhadap aliran yang menfokuskan tujuan untuk membersihkan buah/batin karena asosiasi mereka telah dikeruhkan oleh mistik dan yang sejenis diluar Islam dan sukarnya mereka tidak bisa memisahkan hal tersebut sehingga dengan cepat dan singkat mengambil sesuatu keputusan bahwa tasawuf itu berasal dari aliran-aliran kebatinan/ mistik bukan dari Islam. Hal ini sebenarnya suatu kesimpulan yang terlalu dini (terlalu pagi) kurang berhati-hati jadi aliran tasawuf sebenarnya bukan seperti yang diduga oleh sebagian orang tersebut kalaulah ada keserupaan dalam hal tertentu namun jelas tidak akan sama, dan orang yang menentang tasawuf (toriqoh) justru adalah orang yang menyamakan/mengidentikan aliran tasawuf dengan aliran mistik diluar Islam, perbedaan itulah yang akhirnya mengerahkan pikiran orang tersebut, sedangkan tasawuf yang diluar volusi pikiran orang tersebut, kelak kita memberi segi kesamaan dalam cara peribadatan antara orang Islam dan orang diluar Islam tentu akan kita temukan kalau orang Islam sholat menghadap kiblat yakni ka’bah sedang diluar Islam menyembah berhala apa itu tidak serupa? Tapi jelas tidak sama dalam tujuan dan hakikatnya yang sebenarnya, lantas apakah kita katakan bahwa Islam berasal dari suatu agama yang bukan Islam? Jelas tidak, jelas bukan, demikian juga halnya dengan tasawuf tentuk tidak akan menyamakan bagi orang yang mau berfikir sekaligus merenungkan dan memahami namun kita pun tidak menutup mata bahwa memang ada yang mengaku dari aliran tasawuf yang mendapat pengaruh-pengaruh dari kebudayaan diluar Islam. Jadi kesalah pahaman dalam bidang tasawuf tersebut hanya disebabkan orang yang tidak memahami tasawuf dan hakikotnya yang terkandung didalamnya, jadi yang sebenarnya tidak mengenal sama sekali pengetahuannya tentang tasawuf hanya membaca buku-buku atau hanya sekedar mendengar dari ucapan orang lain dan tidak langsung menanyakan atau mendengar penjelasan dari seseorang yang ahli tasawuf sehingga terjadi kesalah pahaman, suatu contoh dawuhnya Syaikh Ibny Arobi yang menceritakan hakikot tasawuf dengan mempertemukan bahasa yang bukan bahasa umum akhirnya mengundang daya tanggap dari orang lain yang sebetulnya dia tidak tahu tasawuf sehingga keluar ucapan-ucapan yang cukup bermutuh dan kesimpulan yang terlalu dini dan agak kurang berhati-hati karena orang mengira sebagaimana ucapan ibnu ’Araby tersebut sama dengan pisang goreng yang tidak bisa disantap akhirnya orang menyantap pisang goreng ibnu ’Araby tersebut jadi mual perutnya dan akhirnya muntah-muntah dan tentu saja dia jadi sewot dengan Ibnu ’Araby dan mengutuk kepada Ibnu ’Araby, sebab ternyata yang dikira pisang goreng yang sudah siap disantap tersebut adalah merupakan bahan mentah seperti masih jadi tepung, pisang dan alat penggoreng yang tidak bisa dimakan begitu itu. Kalau pun dimakan tidak enak rasanya, (maka ucapan orang tasawuf yang merupakan Isyaroh jangan kau telan begitu saja), begitu juga ucapan-ucapan yang dikeluarkan orang ahli tasawuf, jangan langsung disantap, tapi kita harus juga mengikuti perbuatan mereka dalam memproses pisang goreng tersebut sampai pisang goreng itu jadi dan siap untuk disantap, barulah kita akan merasakan pisang goreng yang mereka produksi. (Jadi jangan mengira ilmu tasawuf itu sebagai klenik, padahal kita wajib belajar ilmu tiga ini yaitu : ilmu fiqih, ilmu tauhid, dan ilmu sufy).
Kalau sudah pagam hal ini kau juga harus memahami ucapan-ucapan ahli tasawuf, ikutlah perbuatan mereka, pelajarilah ilmu-ilmu mereka dan kerjakanlah seluk beluk toriqoh mereka, seperti membersihkan diri lahir batin dari perbuatan tercela, mensucikan hati, benci terhadap dunia, tidak bersifat matrealis, tawaduk, rendah hati, cinta kepada sesama makluk Alloh, mengalahkan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan orang lain cinta terhadap Alloh dan sebagainya. Nah bila sifat-sifat semacam itu sudah menjadi hiasan bagi diri kita barulah akan mampu memahami setiap kalimat yang diucapkan ahli sufi. Janganlah mengatakan sesuatu atas dasar kebodohan terhadap sesuatu yang kita katakan tersebut, karena kita mungkin saja mengatakan sesuatu tidak benar karena kita tidak memahami yang bakal kita katakan / kita salahkan tersebut dan jangan mengukur ilmu tadi (ilmu Ibnu ’Aroby) disamakan dengan ilmu kita, sebab mungkin kita baru duduk disekolah dasar sedangkan Ibnu ’Aroby sudah duduk ditingkat mahasiswa, jelas otak kita ini tidak mampu mencerna pendapat-pendapat orang yang sudah di universitas, oleh karena itu bila kita hanya berpegang pada suatu ilmu maka mudah sekali menyatakan salah terhadap orang lain atau satu ajaran yang dibawanya karena kita belum memahami ilmunya orang lain, jadi haqiqotnya bukan orang lain yang salah, tapi kita sendiri yang belum mampu mencerna ilmu yang dimiliki orang lain. Untuk mencapai kesempurnaan ilmu, pelajarilah gabungan dari ilmu ketiga itu. Seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu tasawuf. Jika salah satu dari ilmu ditinggalkan, membawa kearah terpecah. Bukankah dalam Islam kita diperbolehkan sekedar mempelajari ilmu sihir, ini hanya sekedar untuk mengetahui ilmu tersebut, tapi dilarang untuk mengamalkannya, oleh sebab itu saya menyatakan di dalam Islam tidak ada pertentangan dan pertentangan itu ada di dalam kamus orang yang bodoh, tidak pada orang yang jernih fikirannya.
Jadi apabila ketiga ilmu tersebut dipisahkan akan membuat manusia tidak akan sempurna, sebab dengan belajar ilmu tauhid kita bisa mengenal Alloh, dan mempelajari ilmu fiqhi kita bisa mengetahui bagaimana cara-cara beribadah kepada Alloh, dan dengan belajar ilmu tasawuf kita akan mendapat pelajaran bagaimana agar dapat ihlas dalam melaksanakan amal ibadah, dengan demikian barulah kita akan mendapat mencapai ke suatu tingkat hamba Alloh dan barulah kita akan dapat mencapai derajat ”insan kaamil”. Dengan demikian jelaslah bahwa ketiga ilmu tersebut merupakan mata rantai yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan, maka bilamana dipisahkan akan membawa kehancuran dan perpecahan baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Jadi untuk mencapai kesempurnaan yang kita harapkan kita harus mengintegrasikan bagian-bagian dari gabungan ketiga ilmu tersebut. Suatu misal, sama halnya seperti orang yang memisahkan antara air, kopi, dan gula, maka jika integrasi dari tiga unsur itu ditinggalkan salah satu unsurnya, maka kita tidak akan bisa merasakan atau menikmati kopi yang sedap, kalau tidak ada gula kopi pahit namanya, maka rasanya tentu tidak enak, seperti halnya diberi gula, bila hanya kopi dengan gula sedangkan airnya tidak ada juga tidak bisa dinikmati. Air kita umpamakan ilmu tauhid, dan juga pokok dari segala-galanya suatu perbuatan tanpa didasari suatu keimanan tauhid tidak akan menghasilkan apa-apa. Contoh lagi rumah tanpa tiang tidak akan bisa berdiri, sedangkan kopi kita ibaratkan fiqhi dan dinding, dan gula bisa kita ibaratkan tasawuf penyedap dari semua unsur yang telah disebut tadi dan merupakan atap bagi rumah, kalau rumah tanpa atap bukan rumah namanya. Dengan mengintegrasikan ketiga unsur tersebut barulah sempurna menjadi kopi yang sedap dan rumah yang baik, dan agama yang Islamy, maka air ibaratnya ilmu tauhid, kopi ibaratnya ilmu fiqhi gula ibaratnya ilmu tasawuf, jadi apabila ada orang yang menentang ilmu tasawuf, hanya karena orang tersebut belum mengenal atau bodoh sama sekali dengan hakikatnya tasawuf, karena mereka menilah hanya semata-mata menggunakan akal, sedang tasawuf lebih banyak menggunakan rasa (dzauq) sebab jika hanya dengan akal, akal tidak akan sanggup menjangkau mencapai semua itu. Alloh tidak akan bisa dijangkau dengan akal semata karena dia suatu yang goib dan tidak dapat dilihat dengan panca indra, sedangkan akal hanya dapat mencerna yang jelas yang nampak-nampak saja yang mampu dijangkau oleh panca indra dibalik itu semua akal tidak sanggup memproses dan akal tidak akan berfungsi.


WALLAHU A'lAM .....